Iklan

Iklan

Iklan

Senin, 12 April 2010

“PERBANDINGAN MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA DENGAN PORTUGAL”



Oleh : Denden Imadudin Soleh., SH.



I. PENDAHULUAN

Salah satu ciri negara hukum adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagai negara konstitusional atau Constitutional State, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi . Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu di atur dan dibatasi sebagaimana mestinya , Constitutions, menurut Ivo D. Duchacek, adalah “identify the sources, purposes, uses and restraints of public power” (mengidentifikasikan sumber-sumber, tujuan-tujuan, penggunaan-peng¬guna¬an, dan pem¬batasan-pembatasan kekuasaan umum). Pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap merupakan corak umum materi konstitusi Agar konstitusi benar-benar menjadi hukum tertinggi, maka ketentuan-ketentuan dasar konstitusional yang menjadi materi muatannya harus dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi. Peraturan perundang-undangan, baik yang dibuat oleh legislatif maupun peraturan pelaksana yang dibuat oleh eksekutif tidak boleh bertentangan dengan konstitusi itu sendiri .

Penafsiran terhadap konstitusi dapat dilakukan oleh siapa pun, tidak terkecuali warga negara secara individu. Begitu juga lembaga legislatif menafsirkan konstitusi ini sebagai dasar pembentukan undang-undang, Undang-undang sebenarnya adalah juga merupakan bentuk penafsiran terhadap ketentuan dalam konstitusi oleh pembentuk undang-undang. Namun demikian, penafsiran tersebut dapat saja terjadi kekeliruan dan dianggap bertentangan dengan Konstitusi/Undang-Undang Dasar oleh warga negara, lembaga negara lain, badan hukum tertentu, atau kesatuan masyarakat hukum adat, karena melanggar hak dan atau kewenangan konstitusional mereka. Terhadap perbedaan penafsiran tersebut, Mahkamah dapat diajukan peninjauan kembali/pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pentingnya peninjauan kembali ini juga pernah disampaikan oleh disampaikan oleh Khalifah Umar bin Khathab bahwa,

”Tidak ada yang menghambat anda terhadap perkara yang anda putuskan hari ini kemudian anda tinjau kembali karena terjadi kekeliruan (fahudîta li rusydika), bahwa anda kembali kepada kebenaran. Kebenaran itu terdepan dan tidak dibatalkan oleh apapun. Kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada terus menerus dalam kebatilan. ”

Hans Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini produk hukum tersebut tidak konstitusional. Untuk itu dapat diadakan organ khusus seperti pengadilan khusus yang disebut mahkamah konstitusi (constitutional court), atau kontrol terhadap konstitusionalitas undang-undang (judicial review) diberikan kepada pengadilan biasa, khususnya mahkamah agung seperti di Amerika Serikat. Organ khusus yang mengontrol tersebut dapat menghapuskan secara keseluruhan undang-undang yang tidak konstitusional sehingga tidak dapat diaplikasikan oleh organ lain.
Produk hukum di bawah Konstitusi/Undang-Undang Dasar yang menjabarkan aturan dasar konstitusional adalah undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif. Secara hirarkis, produk hukum di bawah undang-undang merupakan dasar hukum bagi aturan yang lebih rendah serta menjadi legitimasi hukum bagi tindakan yang akan dilakukan oleh para penyelenggara negara. Untuk menjamin konstitusionalitas pelaksanaan, baik dalam bentuk aturan hukum maupun tindakan penyelenggara negara berdasarkan ketentuan undang-undang, dibentuklah Mahkamah Konstitusi yang memiliki wewenang salah satunya memutus pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan ini dijalankan oleh lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang dapat berdiri sendiri terpisah dari Mahkamah Agung atau dilekatkan menjadi bagian dari fungsi Mahkamah Agung. Namun, jika berdiri sendiri, lembaga itu sering disebut Mahkamah Konstitusi. Keberadaan lembaga Mahkamah Konstitusi merupakan fenomena baru dalam dunia ketatanegaraan. Sebagian besar negara demokrasi yang sudah mapan, tidak mengenal lembaga Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri. Sampai sekarang baru ada 78 negara yang membentuk mahkamah ini secara tersendiri. Fungsinya biasanya dicakup dalam fungsi Supreme Court yang ada di setiap negara. Salah satu contohnya ialah Amerika Serikat. Fungsi-fungsi yang dapat dibayangkan sebagai fungsi Mahkamah Konstitusional seperti judicial review dalam rangka menguji konstitusionalitas suatu undang-undang, baik dalam arti formil ataupun dalam arti pengujian materiel, dikaitkan langsung dengan kewenangan Mahkamah Agung (Supreme Court).
Dalam teori yang berkembang ada 2 Dua Model tinjauan konstitusional, seperti yang di ungkapkan Vicki C Jackson, yaitu :

Two Models of constitutional review

European and American models of constitutional review differ principally in how the system of constitutional review is organized

In The american system, constitutional reviewis lodged in the judicial system as whole, and is not distinct from the administration of justice generally. all dispute, whatever their nature, are decided by the same courts, by the same procedures, in essentially similiar circumstances. Constitutional matters may be found in any case and do not receive special treatment. At bottom, then, there is no particular “constitutional litigation,” anymore than there is administrative litigation; there is no reason to distinguish among cases or controversies raised before the same courts. Moreover, in the Tocqueville’s words, “ An American court can only only adjudicate when there is litigation; it deals only with a particular case, and it can not act until its jurisdiction is invoked.” Review by the court, therefore, leads to a judgment limited in principle to the case decided, although a decision by the supreme court has general authority for the lower courts.

european and american models of constitutional review difer principally in how the system of constitutional review is organized

In the european system, constitutional review is organized differently. It is common in europe to differentiate among categories of litigation (administrative, civil, commercial, social, or criminal) and to have them decided by different courts. constitutional litigation, too, is distinguished from other litigation and is dealt with separately. constitutional issues are monopoly on constitutional litigation. that means that, unlike united states courts, the ordinary german, Austrian, Italian, spanish, or French courts can not decide constitutional issues. At most they can refer an issue to the constitutional court for a decision; the decision of the constitutioanal court will be binding on the ordinary courts.

(Dua Model tinjauan konstitusional

Eropa dan Amerika model tinjauan konstitusional berbeda terutama dalam bagaimana sistem tinjauan konstitusional diatur

Dalam sistem amerika, tinjauan konstitusional diajukan dalam sistem peradilan secara keseluruhan, dan tidak berbeda dari administrasi peradilan umumnya. semua sengketa, apapun sifatnya, diputuskan oleh pengadilan yang sama, dengan prosedur yang sama, pada dasarnya keadaan yang serupa. Konstitusi hal dapat ditemukan dalam setiap kasus dan tidak akan menerima perlakuan khusus. Pada dasarnya, kemudian, tidak ada khusus "konstitusional litigasi," lagi daripada litigasi ada administrasi, tidak ada alasan untuk membedakan antara kasus-kasus atau kontroversi mengangkat sebelum pengadilan yang sama. Selain itu, dalam kata-kata Tocqueville, "Sebuah pengadilan Amerika hanya hanya bisa mengadili bila ada tuntutan hukum, melainkan hanya berkaitan dengan kasus tertentu, dan tidak dapat bertindak sampai yurisdiksi dipanggil." Review oleh pengadilan, oleh karena itu, mengarah ke penilaian terbatas pada prinsipnya untuk memutuskan kasus ini, walaupun keputusan oleh pengadilan tertinggi mempunyai kewenangan untuk umum pengadilan yang lebih rendah.

european dan model american tinjauan konstitusional berbeda terutama dalam bagaimana sistem tinjauan konstitusional diselenggarakan

Dalam sistem eropa, konstitusional review ini disusun berbeda. Hal ini umum di eropa untuk membedakan antara kategori litigasi (administrasi, perdata, komersial, sosial, atau pidana) dan agar mereka diputuskan oleh pengadilan yang berbeda. konstitusional litigasi, juga dibedakan dari persidangan lainnya dan dibahas secara terpisah. isu konstitusional monopoli konstitusional litigasi. yang berarti bahwa, tidak seperti pengadilan amerika serikat, jerman biasa, Austria, Italia, Spanyol, atau Perancis pengadilan tidak bisa memutuskan isu-isu konstitusional. Paling-paling mereka dapat merujuk kepada sebuah isu konstitusional untuk sebuah keputusan pengadilan; keputusan pengadilan constitutioanal akan mengikat pada pengadilan biasa. )

Portugal adalah sebuah republik demokrasi diperintah oleh Undang-Undang Dasar tahun 1976 dengan Lisbon , bangsa terbesar di kota, sebagai ibukotanya. Keempat komponen yang mengatur utama adalah Presiden Republik , para DPR , yang dikenal sebagai Majelis Republik, Pemerintah , dipimpin oleh Perdana Menteri , dan pengadilan. Konstitusi hibah pembagian atau pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudisial. Portugal seperti kebanyakan negara Eropa tidak memiliki agama negara , membuatnya menjadi negara sekuler .
Presiden, yang dipilih untuk masa jabatan lima tahun, memiliki peran mengawasi non-eksekutif. Presiden saat ini adalah Aníbal Cavaco Silva . Parlemen adalah sebuah ruang terdiri dari 230 wakil terpilih dalam empat tahun. Pemerintah diketuai oleh Perdana Menteri (saat ini José Sócrates ) yang memilih Dewan Menteri, yang terdiri dari seluruh menteri dan sekretaris negara.
Para pemerintah nasional dan regional (orang-orang Azores dan Madeira daerah otonom), dan parlemen Portugis , didominasi oleh dua partai politik, Partai Sosialis dan Partai Sosial Demokrat . Hak pihak Unitarian Demokrat Koalisi ( Partai Komunis Portugis ditambah Ekologi Partai "Hijau" ), Bloco de Esquerda (Blok Kiri), dan CDS-PP (Populer Partai) juga diwakili di parlemen dan pemerintah daerah.
Para pengadilan diatur dalam beberapa kategori meliputi, administrasi, dan cabang yudikatif fiskal. Para pengadilan tertinggi adalah pengadilan banding terakhir.tiga belas orang anggota pengadilan konstitusional mengawasi konstitusionalitas hukum. Pengadilan Konstitusional Portugal bila dilihat dari segi kawasan dan pembagian peradilannya menganut model tinjauan konstitusionalnya eropa, begitu pun juga Indonesia meski tidak berada di kawasan eropa tetapi bila dilihat dari pembagian peradilannya, maka sama-sama menganut tinjauan konstitusional model eropa.

Dengan melihat kondisi yang memiliki kesamaan dengan Indonesia inilah yang menjadi alasan dalam penulisan “PERBANDINGAN MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA DENGAN PORTUGAL”. Pembahasan pun akan dibatasi dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Kedudukan, kewenangan, dan cara Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia ?

2. Bagaimana Kedudukan, kewenangan, dan cara Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi di Portugal ?

II. PEMBAHASAN
Erict Barendt dalam buku : An Introduction to Constitutional Law menyatakan bahwa Judicial review is a feature of most modern liberal constitutions. It refers to the power of the courts to control the compatibility of legislation and executive acts with the terms of the constitution (Peninjauan kembali adalah suatu fitur dari konstitusi liberal paling modern. Hal ini mengacu pada kekuatan pengadilan untuk mengontrol kompatibilitas undang-undang dan tindakan eksekutif dengan ketentuan konstitusi).
Konstitusional/judicial review memiliki beraneka ragam model dan varian. Keanekaragaman tersebut dilihat dari fungsi sebagai “penjaga konstitusi” itu diberikan kepada lembaga khusus yaitu mahkamah konstitusi (constitutionsl court) atau dilekatkan pada lembaga peradilan biasa yang telah ada, mahkamah agung (supreme court) atau mungkin diberikan pada lembaga independen di luar cabang kekuasaan yudisial. Konstitusional review diadopsi dan diperkenalkan dalam keadaan yang berbeda, tergantung sistem ketatanegaraan masing-masing negara.
Mahkamah Konstitusi memiliki beraneka ragam model dan varian. Adapun faktor pembeda yang menjadi variabel dalam keanekaragaman model dan varian bentuk suatu mahkamah konstitusi antara lain :
1. Kedudukan lembaganya didalam negara tersebut,
2. Sampai sejauhmana kewenangan yang diberikan,
3. Bagaimana cara Pengangkatan Hakimnya.
Dari hal tersebut di atas maka akan dibahas pertama adalah,
II.1. KEDUDUKAN, KEWENANGAN, DAN CARA PENGANGKATAN HAKIM

A. MAHKAMAH KONSTITUSI DI INDONESIA.
A.1. Kedudukan Mahkamah Kontitusi di Indonesia
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung (MA). Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut adalah
1. Dewan Perwakilan Rakyat ,
2. Dewan Perwakilan Daerah ,
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat ,
4. Badan Pemeriksa Keuangan ,
5. Presiden ,
6. Wakil Presiden ,
7. Mahkamah Agung ,
8. Mahkamah Konstitusi , dan
9. Komisi Yudisial .
Di samping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang datur kewenangannya dalam UUD, yaitu
1. Tentara Nasional Indonesia ,
2. Kepolisian Negara Republik Indonesia ,
3. Pemerintah Daerah ,
4. Partai Politik .
Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, namun kewenangan dinyatakan akan diatur dengan undang-undang, yaitu:
• bank central, yang tidak disebut namanya “Bank Indonesia”, dan
• komisi pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil .
Baik Bank Indonesia maupun Komisi Pemilihan Umum yang sekarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum merupakan lembaga-lembaga independen yang mendapatkan kewenangannya dari Undang-Undang.
Karena itu, kita dapat membedakan dengan tegas antara kewenangan organ negara berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power), dan kewenangan organ negara yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang (legislatively entrusted power), dan bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ yang kewenangannya berasal dari atau bersumber dari Keputusan Presiden belaka. Contoh yang terakhir ini misalnya adalah pembentukan Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, dan sebagainya. Sedangkan contoh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang, misalnya, adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Penyiaran Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Traksaksi Keuangan (PPATK).
Dari uraian di atas, Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain , yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan (legislature). Kedua mahkamah ini sama-sama berkedudukan hukum di Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
A.2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi di Indonesia
UUD 1945 menentukan bahwa MK mempunyai 4 kewenangan konstitusional (constitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitutional obligation). Keempat kewenangan itu adalah:
a. menguji undang-undang (UU) terhadap UUD,
b. memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
c. memutuskan sengketa hasil pemilihan umum, dan
d. memutuskan pembubaran partai politik.
Sedangkan kewajibannya adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 .

A.3 Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Pasal 24C ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitsusi menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden, Sembilan orang hakim konstitusi ini diisi oleh calon yang dipilih oleh 3 lembaga, yaitu 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 3 (tiga) orang oleh Presiden, dan 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung. Jika terdapat lowongan jabatan, maka lembaga yang akan mengisi lowongan tersebut adalah lembaga darimana pencalonan hakim sebelumnya berasal. Misalnya, hakim “A” meninggal dunia atau diberhentikan, maka apabila pengusulan pencalonannya sebelumnya berasal dari Pemerintah, berarti Presidenlah yang berwenang menentukan calon pengganti hakim yang meninggal tersebut. Jika pencalonannya sebelumnya berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka pengisian jabatan penggantinya juga harus diajukan oleh DPR setelah melalui proses pemilihan sebagaimana seharusnya. pembagian porsi kewenangan untuk mengajukan calon hakim konstitusi dari tiga lembaga ini dimaksudkan untuk menjamin agar dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, para hakim konstitusi akan bersikap imparsial dan independent. Apalagi, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, sehingga mengharuskan para hakim konstitusi untuk secara moral dan hukum bersikap netral dan tidak berpihak kepada salah satu lembaga negara yang bersengketa . Di samping itu, dejarat independensi hakim konstitusi juga diharapkan dapat lebih terjamin karena yang menentukan pengangkatannya sebagai hakim bukan hanya satu lembaga, seperti apabila pengangkatan mereka hanya ditentukan oleh Presiden.Dengan kata lain, dalam rekruitmen hakim konstitusi, Mahkamah Konstitusi berhubungan erat dengan 3 (tiga) lembaga negara yang sederajat, yaitu: Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Mahkamah Agung.

B. MAHKAMAH KONSTITUSI DI PORTUGAL
B.1.Kedudukan Mahkamah Konstitusi di Portugal
Mahkamah Konstitusi di Portugal terbentuk pada tahun 1982 ketika terjadi revisi konstitusi pertama terhadap Konstitusi Portugal 1976, dalam struktur ketatanegaraan portugal Di Pasal 113 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal Revisi ke-7 tahun 2005) menyatkan bahwa, di Portugal memiliki Organ/ Lembaga Otoritas Tertinggi yang terdiri dari :
1. Presiden Republik
Presiden Republik Portugis mewakili Republik, jaminan kemerdekaan nasional, kesatuan negara, dan fungsi rutin lembaga-lembaga demokratis, dan ex officio Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata .
2. Majelis Republik
Majelis Republik adalah wakil dari semua warga negara Portugis. yang setidaknya memiliki 230 dan paling banyak 235 anggota, sesuai dengan undang-undang pemilihan.
3. Pemerintah
Pemerintah adalah organ untuk pelaksanaan kebijakan umum negara dan organ tertinggi administrasi publik. terdiri dari Perdana Menteri, Menteri lain, dan Sekretaris Negara dan Dibawah-Sekretaris.
4. Pengadilan
Pengadilan adalah organ otoritas tertinggi yang memiliki kekuatan untuk menegakkan keadilan atas nama rakyat . Pengadilan ini terdiri dari:
a. Mahkamah Agung : pengadilan tertinggi hukum, tanpa mengurangi yurisdiksi Mahkamah Konstitusi. yang di dalamnya terdiri dari Pengadilan Administrasi dan Fiskal , Pengadilan Militer , dan Pengadilan Audit .
b. Mahkamah Konstitusi : pengadilan yang memiliki kekuatan khusus untuk menegakkan keadilan dalam hal baik bersifat hukum dan konstitusional.
Dari uraian di atas maka, Mahkamah Konstitusi di Portugal dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana organ kekuasaan tertinggi dari pengadilan yang merupakan organ / lembaga tertinggi negara.

B.2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Portugal
Pasal 225 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal Revisi ke-7 tahun 2005 menyatkan bahwa,
Mahkamah Konstitusi mempunyai yurisdiksi untuk menilai sesuai dengan konstitusi dan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 277 dan Pasal berikutnya .

Dan di Pasal 225 ayat (2) nya menyatakan bahwa,
Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewenangan sebagai berikut:
a) Untuk memastikan kematian dan menghakimi ketidakmampuan fisik tetap Presiden Republik, serta untuk memastikan bahwa yang terakhir adalah sementara dicegah dari menjalankan fungsi-nya;
b) Untuk memastikan perampasan kantor Presiden Republik dalam keadaan yang disebutkan dalam Pasal 132 (3) dan 133 (3) ;
c) Untuk memberikan penilaian dalam contoh terakhir pada keteraturan dan keabsahan tindakan prosedur pemilu, sesuai dengan hukum;
d) Untuk memastikan kematian dan menghakimi ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi presiden, dari setiap kandidat untuk fungsi Presiden Republik, untuk tujuan yang diberikan dalam Pasal 127 (3) ;
e) Untuk memberikan penilaian mengenai legalitas konstitusi partai politik dan aliansi mereka, nama mereka, monogram, dan simbol-simbol, serta memesan pemotongan mereka, sesuai dengan konstitusi dan hukum;
f) Untuk memberikan penilaian tentang kesesuaian dengan Konstitusi referendum dan konsultasi langsung dari pemilih di tingkat lokal, sebelum ada di antara mereka ditahan.

Kewenangan yang lebih rinci diatur dalam Organização, funcionamento e processo do Tribunal Constitucional da Lei Constitucional n.º 1/82 / Undang-Undang No 1 tahun 1982 tentang Organisasi, operasi dan prosedur Mahkamah Konstitusi seperti pada,
Pasal 6.
(Temuan inkonstitusionalitas dan ilegalitas)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi menikmati inkonstitusionalitas dan ilegalitas dalam Pasal 277. Dan Artikel berikutnya dari Konstitusi dan UU ini.

Pasal 7.
(Kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan Presiden)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) memverifikasi kematian dan menyatakan ketidakmampuan fisik permanen Presiden serta memeriksa sementara dicegah dari melaksanakan tugasnya;
b) memverifikasi kehilangan jabatan sebagai Presiden Republik

Pasal 8.
(Kewenangan terkait proses pemilihan)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) menerima dan menerima nominasi untuk Presiden;
b) memverifikasi kematian dan menyatakan ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi dari setiap calon presiden untuk Presiden Republik, untuk tujuan ayat 3 Pasal 124. konstitusi;
c) mengadili banding terhadap keputusan-keputusan tentang keluhan dan protes dalam tindakan debit, parsial, kabupaten dan pemilihan umum Presiden, dalam Pasal 114 dan 115. Keputusan-Undang No 319. - A/76, 3 Mei;
d) menolak gugatan tentang pengajuan pencalonan dan pemilihan sengketa tentang pemilihan presiden, parlemen, majelis regional dan pemerintah daerah.
e) Menerima dan menerima nominasi untuk pemilihan anggota parlemen dan memecat mereka dan aplikasi, serta menolak banding tentang sengketa pemilu tentang pemilihan yang sama;
f) Menilai banding perdebatan tindakan administratif final dan perintah eksekutif yang dibebankan oleh Komisi Pemilu Nasional atau organ lain dari administrasi pemilu.
g) Menilai menarik yang berhubungan dengan pemilihan diadakan di Majelis Nasional dan Sidang DPRD.

Pasal 9.
(Kewenangan terkait dengan partai politik, koalisi dan front)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) menerima pendaftaran partai politik di register, yang ada sebelum Mahkamah;
b) menilai validitas nama, akronim dan lambang partai politik dan koalisi partai dan front, meskipun hanya untuk tujuan pemilu, serta menikmati identitas Anda atau kemiripan dengan pihak lain, koalisi atau front;
C) membuat catatan tentang partai politik, koalisi atau front dari pihak diharuskan oleh hukum.
d) Menilai tindakan peserta pemilu dan keputusan organ dari partai politik, yang, menurut hukum, dikenakan untuk naik banding;
e) Evaluasi keteraturan dan legalitas dari rekening partai politik di bawah hukum, dan menerapkan sanksi yang sesuai.
f) memerintahkan penutupan partai politik dan koalisi partai, di bawah hukum.

Pasal 10.
(Kewenangan berhubungan dengan organisasi yang mengadopsi ideologi fasis)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi menyatakan, di bawah dan untuk tujuan 64/78 No Hukum 6 Oktober bahwa setiap organisasi fasis ideologi dan menetapkan kepunahan mereka

Pasal 11.
(Kewenangan pada referendum nasional, regional dan lokal)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa di muka konstitusionalitas dan legalitas referendum nasional yang diusulkan, tingkat regional dan lokal, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal 115., Ayat 2 Pasal 232 dan Pasal 240. Dan 256. Konstitusi,. termasuk penilaian persyaratan untuk masing-masing pemilih, dan lebih, untuk mencapai ini referendum, itu dilakukan oleh hukum.

Pasal 11. Bis
(Kewenangan berkaitan dengan deklarasi pemegang jabatan politik)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi menerima laporan aktiva dan pendapatan serta laporan yang tidak kompatibel dan hambatan dari para pemegang jabatan politik, dan mengambil keputusan mengenai hal yang dipersyaratkan dalam undang-undang masing-masing.

B.3 Pengangkatan Hakim Mahkamah Konstitusi di Portugal
Pasal 224 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal Revisi ke-7 tahun 2005 menyatkan bahwa,
Mahkamah Konstitusi terdiri dari tiga belas hakim, yang sepuluh ditunjuk oleh Majelis Republik dan tiga sisanya terkooptasi.

Bila dilihat dari pasal di atas maka berbeda sekali cara pengangkatan hakim konstitusi di Portugal dengan di Indonesia, bila di Indonesia melibatkan 3 lembaga negara dalam mengisi jabatan hakim konstitusi nya, maka di Portugal hakim konstitusi itu 10 orang di pilih oleh Majelis Republik atau Lembaga Perwakilan Rakyat di Portugal dan sisanya di kooptasi oleh hakim konstitusi yang telah dipilih oleh Majelis Republik tersebut.perbedaan itu karena Mahkamah Konstitusi Portugal tidak memiliki kewenangan dalam hal sengketa lembaga negara seperti di Indonesia sehingga tidak mempertimbangkan pengisian hakimnya dari lembaga negara yang berbeda, cukup melalui Majelis Republik saja.























III. KESIMPULAN
1.Mahkamah Konstitusi di Indonesia berkedudukan sebagai salah satu lembaga negara yang melaksanakan cabang kekuasaan kehakiman, yang mempunyai 4 kewenangan konstitusional (constitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitutional obligation). Keempat kewenangan itu adalah:
e. menguji undang-undang (UU) terhadap UUD,
f. memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
g. memutuskan sengketa hasil pemilihan umum, dan
h. memutuskan pembubaran partai politik.
Sedangkan kewajibannya adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945. dan pengangkatan hakimnya diisi oleh calon yang dipilih oleh 3 lembaga, yaitu 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 3 (tiga) orang oleh Presiden, dan 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung.

2. Kedudukan Mahkamah Konstitusi di Portugal merupakan salah satu pelaksana organ kekuasaan tertinggi dari pengadilan bersama Mahkamah Agung yang merupakan 1 dari 4 organ / lembaga tertinggi Negara yang ada di Portugal.Yang mempunyai kewenangan lebih luas di banding Mahkamah Konstitusi di Indonesia, kewenangannya Mahkamah Konstitusi di Portugal adalah sebagai berikut :
1. Kewenangan terhadapTemuan inkonstitusionalitas dan ilegalitas
2. Kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan Presiden
3. Kewenangan terkait proses pemilihan
4. Kewenangan terkait dengan partai politik, koalisi dan front
5. Kewenangan berhubungan dengan organisasi yang mengadopsi ideologi fasis
6. Kewenangan berkaitan dengan deklarasi pemegang jabatan politik.
Dan cara pengangkatan hakimnya pun berbeda dengan di Indonesia karena di Portugal hanya melibatkan satu lembaga saja yaitu, 10 orang Di pilih oleh Majelis Republik, dan 3 orang di kooptasi oleh 10 orang hakim konstitusi yang telah terpilih.

Daftar Pustaka

Buku-buku

C Jackson and Mark Tushnet, Comparative Constitutional Law, Fuondation Press, New York,1999

Erict Barendt, An Introduction to Constitutional Law, University College,London, 1998

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Alih Bahasa: Somardi, Bee Media,Jakarta, 2007

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press,2005

------------,Model-model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Jakarta: Konstitusi Press, 2005

-------------,Pengntar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006

-----------,Komentar Atas Undang-Undang Dasar1945, Jakarta, Sinar Grafika, 2009


Makalah

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Dasar Tentang Konstitusi Dan Mahkamah Konstitusi.

------------, Kedudukan Mahkamah Konstitusi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Makalah, disampaikan pada Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Kamis, 2 September, 2004


Pan Mohamad Faiz Kusumawijaya, MAHKAMAH KONSTITUSI: THE GUARDIAN AND THE INTERPRETER OF THE CONSTITUTION


Peraturan Perundang-undangan

-Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4

-Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

- CONSTITUIÇÃO DA REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal Revisi ke-7 tahun 2005

- Organização, funcionamento e processo do Tribunal Constitucional da Lei Constitucional n.º 1/82 / Undang-Undang No 1 tahun 1982 tentang Organisasi, operasi dan prosedur Mahkamah Konstitusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar