Oleh : Denden Imadudin Soleh,.S.H.
Ada berita yang menarik di harian Pikiran Rakyat terbitan tanggal 13 April 2010, yaitu tentang berita yang berjudul ”Jalan pun harus ber-SNI” berita tersebut berisi tentang aksi dari Forum Club Motor Bandung (FCMB) yang mendesak Pemerintah Kota Bandung untuk segera memperbaiki jalan yang rusak di Kota Bandung, karena menurut mereka kerusakan jalan dinilai turut andil sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas.salah seorang Ketua FCMB berujar bahwa “kalau helm ada yang SNI,jalan juga harus SNI”.
Di dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan memang disebutkan di Pasal 203 ayat (1) bahwa “Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” , dan di Pasal 24 ayat (1) Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas. Dan di ayat (2)-nya Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas. bahkan di Pasal 273 yang memuat ketentuan Pidana ini menyebutkan bahwa untuk Penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak dapat di berikan sanksi pidana apabila, Pertama, menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang, dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta. Kedua, mengakibatkan luka berat, dipidana penjara paling lama 1tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Ketiga, mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta. Dan Keempat, tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 juta.
Lalu, pertanyaannya adalah siapa “penyelenggara Jalan” ?, sebab di dalam UU No. 22 Tahun 2009 sama sekali tidak mendefinisikannya. Tetapi, sebenarnya walaupun UU No.22 Tahun 2009 tidak mendefinisikannya, maka kita bisa menggunakan salah satu penafsiran hukum, yaitu dengan menggunakan penafsiran sistematis dengan merujuk pada UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 1 huruf 14 UU tersebut mendefinisikan Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. Dan dalam UU tersebut menyebutkan bahwa tanggung jawab penanganan jalan yaitu : Pemerintah Pusat(Kementerian Pekerjaan Umum) : Jalan Nasional, Pemerintah Provinsi (Dinas Pekerjaan Umum) : Jalan Provinsi, Pemerintah Kabupaten (Dinas Pekerjaan Umum) : Jalan Kabupaten dan Jalan Desa, Pemerintah Kota (Dinas Pekerjaan Umum) : Jalan Kota. Tetapi masalah selanjutnya adalah ketika berbicara masalah pidana adalah siapa perorangan yang bertanggungjawab ketika berbicara tentang masalah pidana kurungan, karena bila kita berbicara tentang hukuman denda atau ganti kerugian mungkin kelembagaan tinggal membayar saja, tetapi berkaitan dengan masalah pidana kurungan siapa yang akan menjalani pidananya atau pejabat mana yang akan menjalaninya. Berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban dalam hukum administrasi, maka harus kita lihat dari sumber kewenangannya apakah Atribusi, delegasi,Sub-delegasi atau kah mandat? Sumber kewenangan ini penting karena untuk melihat siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab dalam hal ini dan berkaitan dengan perbaikan jalan pada akhirnya nanti akan berbenturan dengan alasan anggaran yang terbatas yang pada akhirnya akan kembali kepada Presiden sebagai penanggung jawab pemerintahan secara keseluruhan.
Tetapi daripada kita membuat tafsir sendiri tentang penyelenggara jalan dan siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab dan melaksanakan pidana bila terjadi kecelakaan, alangkah lebih baiknya Pemerintah mengeluarkan peraturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah tentang pertanggungjawaban penyelenggara jalan ini dan mengkaji kembali tentang pertanggungjawaban pidananya, karena bila pidana dendanya mungkin dapat dilaksanakan, tetapi pidana kurungannya saya rasa akan sulit dilaksanakan pada implementasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar