oleh : Denden Imadudin Soleh.,SH.
Gn. Tangkuban Parahu adalah salah satu penyangga kehidupan warga jawa barat dan warga dunia pada umumnya, sehingga keberlangsungan tatanan ekologis di kasawan tersebut harus di jaga dan kawasan tersebut juga bagi orang sunda merupakan Situs Budaya yang harus dijaga keasliannya, tetapi dengan diterbitkannya SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tertanggal 29 Mei 2009 yang memberikan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) pada PT Graha Rani Putra Persada (GRPP) di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu ternyata pada rencana dan pelaksanaan pengelolaannya justru akan mengancam tatanan ekologis dan Keaslian Situs budaya tersebut.karena pengelolaannya berbasis pada pencarian keuntungan, sehingga kurang memperdulikan pelestarian lingkungan dan keaslian situs budaya Gn.Tangkuban Parahu yang bagi masyarakat sunda merupakan salah satu identitas kebanggaan yang telah melegnda dengan cerita sangkuriangnya.
Dan secara administrasi pun, proses diterbitkannya SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tersebut cacat hukum karena tidak sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan oleh Menteri Kehutanan sendiri yang tuangkan dalam Kepmenhut Nomor 446/KPTS-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusaha Pariwisata Alam. yaitu Karena tidak mengantongi rekomendasi dari Gubernur. Padahal Di Pasal 4 ayat (5) Kepmenhut Nomor 446/KPTS-II/1996 tersebut menyebutkan bahwa, Permohonan izin pengusahaan pariwisata alam yang diajukan oleh pemohon kepada Menteri Kehutanan harus segera dilengkapi dengan rekomendasi dari :
a. Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi;
b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setempat;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan setempat.
Tetapi masalah selanjutnya adalah ketika setelah di terbitkannya SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tgl 29 Mei 2009 tersebut, meskipun Gubernur sendiri tahu bahwa SK tersebut cacat hukum karena dia sendiri menyatakan tidak memberikan rekomendasinya terhadap SK tersebut. Tetapi ternyata Gubernur tidak segera melakukan langkah hukum untuk menggugat SK tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara. padahal di Pasal 55 UU No 8 tahun 1986 ttg PTUN menyatakan bahwa, gugatan terhadap suatu keputusan itu dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau di umumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.
Atas dasar hal tersebut di atas, sebelum kita melakukan langkah lebih lanjut untuk melakukan aksi menuntut pencabutan SK tersebut, supaya langkah yang di ambil tepat dan tidak memalukan gerakan penyelamatan lingkungan dan situs budaya ini, ada hal-hal yang harus kita klarifikasi terhadap Gubernur beserta jajarannya, yaitu:
1.Apakah benar Gubernur sekarang Bpk Ahmad Heryawan tidak pernah memberikan Rekomendasi terhadap terbitnya Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) ?
2.Kalau memang Gubernur yang sekarang tidak pernah memberikan rekomendasi, maka harus ditanya kepada KADISHUT/SEKDA. Berdasarkan catatan yang ada di KADISHUT/SEKDA, Apakah Gubernur sebelum Pak Ahmad Heryawan, yaitu Pak Dani Setiawan pernah mengeluarkan Rekomendasi terhadap terbitnya Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) tersebut?
3.kalau memang pada masa jabatan, baik Gubernur Ahmad Heryawan atau pun Dani Setiawan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi, maka pertanyaan selanjutnya adalah ketika Gubernur telah mengetahui diterbitkannya SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tgl 29 Mei 2009 kenapa Gubernur tidak segera melakukan gugatan terhadap SK yang cacat hukum tersebut ke PTUN ?
Kemudian untuk tujuan gerakannya sendiri seperti yang telah di kemukan di awal. saya pikir targetannya jangan hanya sekedar pencabutan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tertanggal 29 Mei 2009,tetapi tujuan Gerakannya ini adalah Pelestarian lingkungan dan Keaslian situs budaya.
sehingga pencabutan SK itu hanya merupakan bagian dari salah satu cara mencapai tujuan ini.
karena bila gerakan ini hanya bertujuan mencabut SK tersebut dan tidak mempunyai konsep yang jelas untuk pengelolaan Gn.Tangkuban Parahu ke depannya setelah SK yang di berikan kepada PT.GRPP tersebut di cabut, maka hal tersebut akan mengundang kecurigaan dari berbagai kalangan bahwa gerakan ini hanya gerakan kepentingan beberapa pihak yang ingin mengelola Gn.Tangkuban Parahu.
sehingga meminta pencabutan SK.maka dari itu kita harus mempunyai tawaran konsep yang jelas kepda pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin tersebut, tentang pengelolaan Gn.Tangkuban Parahu. dan saya berharap konsep pengelolaan Gn.Tangkuban Parahu ke depan itu pengelolaannya tidak berbasis pada kepentingan Pendapatan Negara atau Pendapatan Daerah, tetapi berbasis pada pelestarian lingkungan dan pelestarian keaslian situs budaya.
yakni si pengelola tetap di perbolehkan menata kawasan tangkuban parahu dan menarik retribusi atau tiket, tetapi tidak boleh melakukan pembangunan yang merusak lingkungan dan keaslian situs budaya tersebut.
sehingga ke depan siapa pun yang ingin mengelola Gn.Tangkuban Parahu termasuk PT.GRPP sekalipun tidak menjadi masalah selama si pengelola tersebut memohon izinnya melalui prosedur yang benar dan mempunyai komitmen dalam menjaga kelestarian alam dan situs budaya tersebut.
sehingga gerakan ini pun tidak di curigai hanya untuk menguntungkan sebagian kalangan, tetapi gerakan ini benar-benar untuk penyelamatan lingkungan dan pelestarian situs budaya.
Maka dari itu saya berpendapat alangkah baiknya bila tuntutan dari gerakan ini menjadi:
1.Mencabut SK Menteri Kehutanan Nomor SK.306/Menhut-II/2009 tertanggal 29 Mei 2009 yang memberikan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) pada PT Graha Rani Putra Persada (GRPP) di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu ternyata pada rencana dan pelaksanaan pengelolaannya justru akan mengancam tatanan ekologis dan Keaslian Situs budaya tersebut. karena pengelolaannya berbasis pada pencarian keuntungan, sehingga kurang memperdulikan pelestarian lingkungan dan keaslian situs budaya Gn.Tangkuban Parahu yang bagi masyarakat sunda merupakan salah satu identitas kebanggaan yang telah melegnda dengan cerita sangkuriangnya. dan secara administrasi proses pemberian izinnya cacat hukum.
2.Menuntut pemerintah dalam hal ini KEMENHUT Memasukan konsep pengelolaan yang berbasis pada pelestarian lingkungan dan pelestarian keaslian situs budaya dalam salah satu syarat dalam memperoleh izin pengelolaan di kawasan Gn.Tangkuban Parahu tersebut.
“Great ideas often receive violent opposition from mediocre minds” Albert Einstein.
(ide-ide besar sering kali menerima tantangan yang sangat keras dari pikiran biasa-biasa saja)
Kutipan tersebut merefleksikan bahwa perjuangan mewujudkan sebuah gagasan besar bukan pekerjaan yang mudah
Wass.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar